Selasa, 22 November 2016

Heran

Aku heran melihat kelakuan mayoritas manusia yang senang dengan sesuatu yang sepele, tidak bernilai, dan cenderung bombastis. Ada orang yang senang membuang-buang waktu, misalnya berlama-lama di depan komputer, membaca tulisan tidak bermakna, bahkan rela berlama-lama menganalisis pendapat orang yang belum tentu kebenarannya dan belum tentu manfaatnya. Padahal, mereka tahu bahwa waktu itu bagaikan pedang. Bila tidak pandai memanfaatkannya, maka pedang itu yang akan melukai kita. Bahkan mereka juga tahu. Dalam pepatah Cina, waktu itu adalah uang. Artinya, setiap detik waktu yang diberikan tuhan kepada kita bernilai ekonomis. Kalau kita tidak dapat memanfaatkan waktu itu, walaupun sedetik, kita akan mendapat kerugian. Dalam Alquran Surat Al Asr dikatakan bahwa Allah bersumpah demi waktu. Sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang memiliki iman, beramal saleh, dan saling memberi nasihat disertai dengan kesabaran.
Berkaca pada uraian tersebut, sungguh merugi orang yang senang terhadap hal-hal yang tidak mendapatkan keuntungan secara moral maupun secara ekonomis. Mereka lupa karena mereka asyik dengan kegiatannya.Mereka lupa karena mereka lena dengan hobinya. Bahkan mereka lupa karena mereka terbuai dengan kegiatan sepelenya.
Dahulu kala, ketika orang-orang masih terkungkung dengan kebodohannya, banyak orang yang diam membisu beberapa lama di suatu tempat untuk mendapatkan kebahagiaan. Mereka melakukan hal itu untuk mendapatkan sesuatu. Dapatkah mereka? Saya kira tidak. Yang ada badan mereka lunglai, kurang tenaga, bahkan nyaris ambruk karena tubuhnya kekurangan energi. Bandingkan dengan orang-orang yang duduk berlama-lama di atas kursi menghadapi komputer membaca tulisan seperti yang telah dijelaskan di muka. Saya kira persis. Mata melotot, tubuh kekurangan cairan, rasa ngantuk dialihkan, bahkan mau ke belakang saja ditahan. Sungguh kasihan orang seperti itu. Mendapat sesuatu tidak. mendapat capek ia. Berarti sama bodohnnya dengan gambaran orang yang sudah disampaikan tadi. Herannya, masih saja mereka melakukan hal itu.
Di zaman sekarang perilaku mayoritas orang lebih menggelikan lagi. Mereka berkumpul di suatu tempat, tapi mereka tidak saling berbicara satu sama lain. Mereka asyik dengan gadgetnya masing-masing. Kadang-kadang kita temukan orang tertawa-tawa sendirian, ternyata mereka membaca lelucon yang ada di tablet. Orang yang melihat akan kebingungan. Disebut kurang waras tidak, tetapi mereka melakukan hal sama dengan orang yang kurang waras tersebut. Betapa sia-sianya mereka. Coba bandingkan dengan perbuatan orang-orang yang asyik berlama-lama dengan komputer. Tidak jauh beda bukan. Termasuk Anda. Dari tadi sudah saya ingatkan, betapa sia-sianya Anda membaca tulisan tak bermakna ini. Tetapi Anda tetap saja membacanya. Padahal, tidak akan Anda temukan apa pun dalam tulisan ini.
Sekali lagi heran!

Majas yang Sering Muncul dalam Ujian Nasional

Pengertian Majas

Majas adalah cara melukiskan sesuatu dengan membandingkannya dengan sesuatu yang lain. Misalnya, kita akan menjelaskan konsep "salju". Tentu akan kesulitan karena di Indonesia, kecuali di Pegunungan Jayawijaya, salju sulit ditemukan. Untuk menghindari verbalisme, dicarilah benda lain yang mirip atau mendekati ciri-ciri salju. Berdasarkan fakta, salju itu berwarna putih dan rasanya dingin. Benda yang putih dan ringan mirip salju adalah kapas. Sedangkan benda yang terasa dingin adalah es. Jadi, untuk menjelaskan konsep salju kita harus melukiskannya dengan cara menerbangkan kapas dan mengipas-ngipaskan es kepada audiens. Dengan cara seperti itu, audiens akan merasakan dan memahami konsep salju.

Secara umum majas dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Majas perbandingan;
2. Majas pertentangan;
3. Majas pertautan; dan
4. Majas penegasan.

Majas perbandingan dibedakan lagi atas:
1. Perumpamaan/simile/asosiasi;
2. Personifikasi;
3. Metafora; dan
4. Alegori.

 Majas pertentangan dibedakan lagi atas:
1. Litotes;
2. Hiperbola;
3. Eufemisme;
4. Ironi;
5. Sinisme; dan
6. Sarkasme.

 Majas pertautan dibedakan lagi atas:
1. Metonimia;
2. Alusio; dan
3. Sinekdokhe (pars pro toto dan totem pro parte).

 Majas penegasan dibedakan lagi atas:
1. Repetisi;
2. Klimaks;
3. Antiklimaks;
4. Paralipsis;
5. Oksimoron; dll.

Majas yang Sering Muncul dalam Ujian Nasional

Majas yang sering muncul dalam soal ujian nasional adalah perumpamaan, metafora, personifikasi, dan hiperbola. Umumnya majas-majas tersebut dimunculkan dalam puisi.

Contoh:

Angin semilir terasa dingin
kulit mukaku kaku-kaku
Angin menusuk luka kalbu
perih di hati siapa tahu

Perhatikan larik ketiga puisi itu "Angin menusuk luka kalbu". Kata menusuk membuat angin seperti bernyawa, dapat melakukan perbuatan layaknya manusia. Di sini angin diorangkan/dijadikan orang karena dapat menusuk kalbu. Jadi, larik ketiga puisi itu menggunakan majas personifikasi.

Perhatikan contoh berikut:

Luka itu kian menganga
darahnya menganak sungai
Badan lunglai habis tenaga
mata nanar kian nestapa

Perhatikan larik kedua puisi itu "darahnya menganak sungai". Larik tersebut mengandung makna terjadi aliran yang sangat deras sehingga menjadikan sungai bercabang-cabang. Dalam konteks hujan deras, terjadinya luapan air merupakan hal yang lumrah/lazim. Namun, tidak demikian dalam hal darah. Sebanyak apa pun darah keluar dari tubuh tidak mungkin menyebabkan terjadinya sungai. Apalagi sungai itu bercabang-cabang. Dalam puisi itu, larik kedua, terlihat makna membesar-besarkan sesuatu yang disebut dengan istilah majas hiperbola.


Perhatikan pula contoh berikut:

Ke dapur engkau mencari sapu
ke teras engkau mencari paku
tersangka pelaku mengingkar ragu  
menampik dengan berbagai laku
yang satu menyangka, lain mengelak
serupa kucing dan anjing saja
tiada damai mesti sekejap

Perhatikan larik keenam puisi itu "serupa kucing dan anjing saja". Kucing dan anjing digambarkan sebagai binatang yang tidak pernah akur. Kata "engkau dan pelaku" dalam puisi tersebut mengacu kepada dua orang manusia yang sedang bertikai. Pertikaian mereka diibaratkan kucing dan anjing. Jadi, larik keenam puisi tersebut menggunakan majas perumpamaan. Kata kuncinya "serupa" yang besinonim dengan seperti, laksana, bagai, sebagai, bak, ibarat, sepantun, dan bagaikan.

Perhatikan pula contoh puisi berikut:

Pergilah engkau wahai si kamus berjalan
pergilah ke arah timur
di sana ladang amal menanti
mereka dahaga ilmu dan amal
menunggu gembala 
yang bernas
dan tahu
banyak
persoalan

Larik pertama puisi tersebut memuat kelompok kata "kamus berjalan". Kamus berjalan merupakan metafora orang yang dapat menjawab berbagai persoalan.

Demikian majas-majas yang sering muncul dalam soal ujian nasional. Pelajarilah dengan ikhlas dan dengan saksama! Semoga engkau "murid-muridku'' mendapat prestasi yang memuaskan!